Pages

Jumat, 10 Februari 2012

What a boy....


Seperti sore-sore biasanya di weekdays, sekitar jam lima lewat sekian, melewati rute yang sama, dengan earphone ditelinga muter playlist berirama upbeat, dengan kecepatan kurang dari 40km/jam. Tepat di sekitaran Jl. Jendral Urip, untuk ketiga kalinya aku melihat sosok kurang lebih berusia sebaya Fakhri keponakanku, iyaa aku rasa sekitar 10 tahunan. Sebelumnya, sosok itu lumayan membuatku shock tapi untuk ketiga kalinya bertemu di jalan yang sama...... ini bukan kebetulan.

Dari jauh ku tatap bocah lelaki kecil berperawakan kurus, hitam terbakar matahari, dengan mata berbinar menatap burung-burung bertebangan di langit, senyum tipis nya terlihat seperti pada dua kali pertemuanku tanpa sengaja dengan nya. Ia tersenyum yang entah apa maknanya, senyum yang hadir dikarenakan tak sengaja beradu pandang dengan aku yang menatapnya dengan tatapan iba. Bocah lelaki itu mengayun langkah pasti dengan kedua tongkat penyanggah nya, tak sedikitpun merasa canggung. Entah karna sudah sangat terbiasa dengan tatapan iba banyak orang selain aku atau karna bocah kecil itu sudah bisa dengan besar hati menerima kenyataan hidupnya... kusadari dengan pasti aku meneteskan air mata.
Ia hanya memiliki satu kaki kiri dan kaki kanan yang hanya sebatas lutut.
Iba ? entahlah, yaa iba yaa sedih yaaa merasa shock... betapa sekecil itu.. :’(

Ya ALLAH Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, berikan keberkahan dan kehidupan masa depan yang cerah untuk nya, bocah kecil itu. Aamiin.

Sepanjang jalan pulang aku tak berhenti menangis, semua pikiran berebut memenuhi pikiran ku, bayangan senyum bocah kecil itu berkelebatan, aku merasa sangat sangat kurang bersyukur... mungkin lebih tepatnya bukan mengasihani nya, tapi dengan tiga kali tanpa sengaja bertemu dengan nya, seakan memberi pukulan telak padaku, betapa aku masih jauh dari ke-ikhlasan dalam menjalani hidup. melihat bocah lelaki kecil tadi, andai... andai saja dia normal, mungkin sore ini ia sedang berlarian bermain sepak bola, atau tertawa riang mengayuh sepedahnya, atau mengenakan sepasang sepatu... :’(

Sekitar pukul delapan tadi, aku pengeen banget having dinner bareng keponakan ku Fakhri, entah kenapa ia menolak. Yaa sudahlah, dengan sedikit kesal aku kluar rumah dan menghubungi  sahabatku @bunsentbone janjianlah kami untuk makan malam di Pecel Lele Lamongan di Jl. Johar, sekitar 200meteran dari Jl. Jendral Urip, rute pergi-pulang kerja yang biasa aku lewati. Entah kenapa aku pengeeen banget kesana.

Sampai di tempat, aku memesan menu dan menunggu si bunsent datang. Dan gk sampai 10 menit bunsent dan Rio datang, benar-benar baru kurang lebih 10 menitan mereka duduk, aku melihat sosok itu, iyaa bocah lelaki kecil tadi tepat di depan kami, berdiri dengan kedua tongkatnya. Mengenakan baju kaos army kusam dan celana cargo belelnya. Kali ini ia bersama seorang bocah laki-laki yang berpostur lebih kecil dan berperawakan mirip dengan nya, kemungkinan adik nya hanya saja ia normal. Seketika aku berbisik ke sahabatku, aku ceritakan apa yang aku alami sore tadi. Air mata kembali menyeruak dimataku. Terbersit dalam pikiranku, apa yang bocah ini lakukan disini ? dia laparkah? Dimana orang tuanya? Sebatang kara kah dia? Siapa bocah yang bersamanya itu ? sejauh mana ia berjalan dengan tongkatnya itu? 

jelas terlihat dari raut wajah keduanya, mereka lapar.

Aku tak lepas menatap bocah itu, tak tahan aku ingin sekali, ingin sekali nyamperin bocah kecil itu. Hati siapa tak tersentuh, ditengah-tengah tempat makan yang lumayan ramai dengan orang-orang memenuhi hasrat laparnya, ada sesosok anak kecil dengan tongkat berjalannya kelelahandan Entah apa yang dilakukannya. Minta-minta kah ? Ingin tau apa reaksinya kalau aku menawarinya makan dan duduk bersamaku... L

Si abang penjual menyadari keberadaan bocah kecil tadi, kurang dari 15menit ia memberikan bungkusan ke padanya, dan bocah kecil itu membayar! Ooh... kelegaan yang kurasakan, lega karena bocah kecil itu tidak meminta-minta belas kasihan.

Dan entah kenapa aku mengurungkan niat untuk memberi nya sedekah. Dia bukan orang yang patut dikasihani, tapi dijadikan contoh. Doa yang mungkin lebih tepat untuknya. Membiarkan bocah itu selayaknya orang normal biasa mungkin lebih baik untuknya. Pikirku saat itu.

Entah siapa pun dia, entah siapapun orang tua nya, semoga kehidupan mereka senantiasa dilindungi dan diberikan kemudahan oleh ALLah swt, semoga ia tumbuh menjadi anak yang berkehidupan dan masa depan cerah.  Aamin.

Yaaa betapa, aku semestinya lebih sering bersujud meminta ampunan dan bersyukur dengan semua kesempurnaan raga yang aku miliki. Tuhan sedang memperlihatkan kepadaku melalui bocah kecil itu, bahwa sebesar apa pun kesulitan ku “melangkah” dalam pusaran kehidupan ku, masih ada seorang bocah lelaki kecil yang bahkan tak bisa melangkah dengan kedua kakinya, tapi masih bisa berbinar menatap langit harapan... kenapa aku tidak bisa lebih baik ?

So ? “Nikmat Tuhan yang mana lagi yang kau dustakan”





0 comments:

Posting Komentar

 

Copyright © diendong. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver