Think positive. Look at the bright side! Itu semacam kalimat andalan orang-orang
kalo sesuatu yang gak kita harapkanterjadi. Honestly, it;s hard to think
positive at the moment.
Seperti beberapa tahun lalu. Aku berencana menikah. Tapi kemudian positif
dibatalkan. What a negative situation!!
Negatif terberat yang terjadi pertama kali dalam hidupku. Setidaknya sampai
saat itu.
Saat itu,
Yess I want to get maried, I want to be a wife. Diusia yang muda impianku
adalah segera menikah dengan orang yang saat itu bisa membuatku percaya akan
kebaikan yang terjadi dalam pernikahan diusia muda. Tapi rencana esolusi
hidupku saat itu meleset. Semuanya berantakan.
Dari awal
hubungan, kami berkomitmen untuk serius. Menikah adalah target utama hubungan
kami. Setidaknya itulah janji yang aku pegang darinya.
Waktu berjalan,
manusia hanya bisa berencana, Tuhan-lah penentunya.
Semuanya berakhir.
Aku sering
nanya ke diri sendiri, kenapa ? apa yang salah dari aku ? aku Cuma ingin yang
terbaik, aku ingin lebih bertranggung jawab atas hidupku, aku ingin beribadah
yairu dengan menikah. Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa ku
trmukan jawabannya. Hingga aku hanya bisa menangis.
I’m so sad.
Look at
the bright side. Where ?
Di luar
sana, langit masih biru, angin masih berhembus, matahari masih terbit dan
tenggelam teratur, pohon-pohon masih berdaun hijau dan bunga kamboja masih
berwatna merah. Yess! So bright. All I see is : I’m not maried. Yang aku lihat
aku gagal menikah.
Mungkin saat
itu aku berlebihan. Padahal di luar sana, masih banyak orang-orang yang juga
belum berkesempatan menikah padahal usia mereka sudah ridak muda lagi, tentunya
dengan masing-masing masalah nya. Masih banyak orang-orang yang hidup dengan
kekurangan, bahkan menikah dan pestanya mungkin tak sama sekali terpikirkan. Bahkan
di belahan dunia ini banyak sekali yang kehidupan rumah tangganya tak seindah
bayangannya dahulu. Banyak KDRT yang terjadi atau malah banyak orang yang
kehilangan pasangannya disaat anak-anaknya sedang dalam masa tumbuh kembang.
Seharusnya itu bisa membuat aku berpikir bukan hanya aku yang bersedih.
Tapi tetep
aja dalam keadaan waktu itu, aku bersedih.
Lama buatku
bisa menyembuhkan hati. Trauma atau apalah istilahnya itu. Bukan karena terlalu
patah hati, terlalu cinta. Bukan!
Tapi lebih
ini lebih kepada keadaan mental ku, psikologis-ku yang saat itu harus menerima
kenyataan di usia 23 tahun mengalami kegagalan. Rencana pernikahan indah
mendadak menjadi mimpi buruk. Pertanyaan-pertanyaan handaitaulan bak air garam
yang disiran diatas luka bakar. Pfuuuuh…
Sakit hari
tak sebanding dengan sakit menerima kenyataan ditambah kekecewaan orang tua.
Yaa walaupun
sebenarnya akulah yang meminta pembatalan itu. Aku!. Semua aku lalukan karena
aku harus berani, aku harus mengambil langkah dan keputusan. Dan saar itu yang
terbaik adalah membatalkannya!
Bukan hal
yang mudah, dengan banyak pertimbangan ini dan itu. Siang dan malam berpikir
dan menganalisa. Menangis dalam setiap doa. Sampailah aku diketetapan hati. Positif
mengakhiri itu semua.
Oke… ortun
pasti kecewa. Sedih dengan keadaan dan langkah yang aku ambil. My mom, she was
crying over. My Pap, he said he loves me more than anything in this world. Mereta
Cuma ingin yang trebaik untukku. Apapun pilihanku mereka mendukung. Apalagi setelah
mendengar rentetan kronologis dan alasanku. I just want to give them a good son
in law. Sementara buat ortu, jadi atau membatalkan pernikahan, it’s doesn’t
matter because they love me. That’s it.
Cerita ini
akhirnya aku publish meski tidak mendetail. Aku rasa aku sudah siap untuk
berbagi pada semua. Butuh waktu sangat lama sampai aku berani berani mengakui
dengan gamblang bahwa aku pernah gagal. Berkotak-kotak persiapan itu masih
terbungkus rapi belum berani aku buka. Rasanya masih ‘malas’ untuk kembali
mengusik ‘kenangan’ yang sudah lama terpinggirkan itu. Tapi disini akhirnya aku
bercerita. Alasanya, salah satunya karena ortu yang belakangan sering
mengajakku berbincang tentang masa lalu, tentang masa kini dan masa depanku. Menurut
mereka sekarang sudah waktu yang tepat dan usia yang pas untukku mulai
merencanakan kisah masa depanku. Mereka tidak memaksa, mereka mengerti aku. Mereka
selalu bilang ‘akan ada waktu dan orang yang tepat sesuai kehendak Sang Kuasa’
dan aku percaya itu.
As I wrote
above. Akulah yang menghendaki pembatalan pernikahan. Tapi taukah kalian, bahwa
semua doa-doa kita itu dijawab Tuhan pada waktu yang tepay menurutNya. Tidak
pernah meleset. Dan begitu pula yang terjadi padaku. Semua terjawabkan…
Awalnya sedikit
demi sedikit. Tapi aku tetap berkeyakinan ‘bahwa tidak ada kebetulan disetiap
kejadian’. Gitu juga halnya dengan kisahku. Hikmahnya ? kini hubungan keluatga
kami jauh lebih baik dibanding beberapa waktu pasca kejadian. Yaa walaupun kini
setelah ia sebut saja abang- telah meninggal dunia.
Yaa… kabar duka yang
kuterima pada 27 juli 2012 ini tepat sehari sebelum hari ulang tahunnya.
Seorang sahabat bilang “ bayangkan, apa yang akan kamu
hadapi kalau aja pernikahan itu terus dilangsungkan ? bukan bukan mendahului
takdir tapi mungkin aja kan feeling dan firasatmu saat itu juga karena ini ?
waullohualam bissawab… “
Yess! we never know.
Seakan segala tanya dahulu terjawab seketika.
Walau aku yang memutuskan. Walaupun mungkin ia bersalah. Aku
yakin akan selalu ada hikmah dari semua itu. Aku tau dan percaya, almarhum tak
pernah benar-benar meninggalkanku. Walaupun kami berpisah, tapi ia masih
menyayangiku dengan caranya. Aku tak pernah ragu itu, dan benar, semua yang
menyampaikan bela sungkawa padaku menyatakan itu. Ia tetap berpikir positif
tentangku hingga nafas terakhirnya.
Well, pada akhirnya aku cum abisa bilang God knows what’s best
for us… for me… for him.
Be positive~
0 comments:
Posting Komentar