My dear Irfan Julianto
Bukan seperti ini inginku kembali ke kota itu, kota-mu. Bukan pula seperti ini harapku saat meng-Ikhlas-kan perpisahan itu. Sungguh ini diluar batas kemampuan hati dan pikirku untuk menerima kenyataan. Sungguh ini menghantam lahir dan batin ku.
Detik demi detik terasa menyiksa, saat benar-benar berada di sana.
Kembali terbayang saat-saat pertama mengenalmu, merasakan perdulimu, menikmati perhatianmu, menerima cintamu dan perlahan aku mulai membutuhkanmu. Yaa aku menyayangimu...
Di kota itu pula semua terbingkai indah dalam satu frame memori. Sintang.
Abang...
Tiga tahun lalu, terakhir kali aku melangkah dengan sepenuh hati dalam genggaman tanganmu ke kota itu. Menghirup kasih sayangmu disetiap jengkal jalanan kota. Sambil Melihat kuatnya niatmu bak aliran sungai Melawi, melangkah pasti di jalan setapak menuju rumah keluargamu. Masih sama, masih hangat dan masih menyenangkan seperti hari-hari setiap kali berkunjung ke sana. Yaaa... Saat-saat itu aku (selalu) sangat bahagia.
Abang...
Tiga hari lalu. Tiga hari yang tak pernah ku bayangkan sedikitpun dalam angan terliarku sekalipun. Aku kembali ke sana. Tapi taukah yang ku rasa. Hati ini sakit. Tapi ku kerahkan semua sisa-sisa kekuatan ku yang ku sandarkan pada genggaman tangan NYA, bahwa aku mampu, aku kuat melangkah sendiri.
Abang...
Kembali aku lewati semua jalan-jalan itu, melihat kembali sungai yang berarus deras tetap mengalir, melangkah di jalan setapak dan memasuki rumahmu. Sampai di sana sama. Tapi... Hatiku nyeri tak terperi rasanya, saat menyadari tak ada tatapan malu-malu mu lagi, tak ada senyum simpul mu lagi dan tak ada bias rona memerah wajahmu lagi. Tak ada semerbak aroma wangimu yang menenangkan lagi. Tak ada tangan kuat yang menggenggamku lagi. Tak ada bahu kokoh yang memelukku bila aku salah tingkah lagi. Tak ada kau lagi...
Aku merindukanmu. Begitu saja...
Abang...
Taukah kau, bagaimana keadaan hatiku saat memeluk ibu yang melahirkamu menangis tersedu saat melihatku, menciumiku seperti ia menciummu...
Saat aku harus bisa tersenyum tegar saat melihat deraian air mata pria tua itu, Ayahmu- yang menatapku penuh cinta seakan menatapmu...
Aaaah... Hati mana yang tak tersentuh, hati mana yang tak berdesir terharu.
Aku tau, mereka (masih) menyayangiku. Dan (semoga) selalu begitu...
Sungguh kau yang paling tau, bagaimana hatiku, betapa cengeng dan lemahnya aku. Kalau bukan karna NYA, tak mungkin aku bisa bertahan terlihat begitu tegar. Tidak, aku tidak baik dan tidak dalam keadaan baik-baik saja. Tapi aku akan berusaha untuk seperti baik-baik saja. Percayalah.
Abang...
Aku mungkin sudah lama merelakan mimpi bersamamu punah. Sudah lama menata hatiku yang hancur karena perpisahan kita. Sudah pula menguatkan hati melihatmu kelak (bila) bersanding dengan wanita yang mungkin bukan aku. Tapi tak sekalipun aku mempersiapkan hati untuk kembali ke kotamu dan yang ku lihat malah ke duka-an ini.
Sungguh aku hanya ingin kau bahagia... :'(
Abang...
Mungkin terbagi dua niat kedatanganku ke kotamu; Menyaksikan bahagia sahabatku-adik kesayanganmu- menikah, tapi taukah kau, sungguh aku pun ingin mengunjungimu. Mengunjungi 'rumah baru'-mu di sana. Yang baru kau tempati kurang dari seratus hari. :'(
Abang...
Nisan itu, melihat langsung nama yang tak asing terukir disana, namamu. Mengembalikan ku dikesadaran bahwa kau memang sudah tiada, kau tlah pergi...
Bukan, bukan aku tak ikhlaskan kembalinya kau ke Penciptamu 27 juli lalu. Tapi ini berbeda, mendengar berita berpulangnya kau sungguh duka yang mengharukan tapi menatap langsung peristirahatanmu benar-benar butuh kekuatan. Pertahanan hati terakhirku hancur, saat untuk pertama kalinya yang ku temukan atas kerinduanku, pencarianku akan kehadiran sosokmu digantikan dengan tanah basah berhias kayu nisan itu.. :'(
Abang...
Ikhlas-ku, doa-ku, munajad-ku Kepada Allah swt untuk bahagiamu kini ku tukar dengan permohonan akan diberikannya untukmu tempat terbaik disisiNYA. DiampunkanNYA segala khilafmu. DiterimaNYA segala amal baikmu. Dan diberikanNYA surga untuk kehidupan abadimu... (Aamiin)
Abang...
Kini tak akan ku temukan lagi sosokmu, bahkan pengganti sepertimu pun tak kan mungkin ada. Tak akan pernah ada. Karena kau adalah kau yang tak kan pernah terganti. Yaa disini dihati kami kau tak kan tertandingi.
*seperti sebuah lirik yang kau bilang tentang aku : 'Tak Ada Yang Bisa menggantikan dirimu.. ' -kini, itu tentang mu, yang tak akan pernah terganti...
"carilah dan tak kan pernah kau temukan laki-laki dengan cinta sebesar yang aku punya untukmu" masih ku ingat kata-katamu itu.. yaaa mungkin tak kan pernah ada. Kau bintang terangku, akan selalu jadi yang paling terang untukku...
Abang...
Mungkin bukan aku yang ingin kau peluk terakhir kali, memang bukan aku yang merawatmu dengan kasih dipenghujung waktumu. Tapi jangan kau ragukan, bahwa dari sini aku memelukmu dengan doa-doaku.
Selamat Jalan dan tenanglah kau disisi NYA wahai laki-laki terbaik yang pernah di ciptakan Tuhan untuk mewarnai hidupku.
Innalillaahi waa innaillaihii rojiun~
Bukan seperti ini inginku kembali ke kota itu, kota-mu. Bukan pula seperti ini harapku saat meng-Ikhlas-kan perpisahan itu. Sungguh ini diluar batas kemampuan hati dan pikirku untuk menerima kenyataan. Sungguh ini menghantam lahir dan batin ku.
Detik demi detik terasa menyiksa, saat benar-benar berada di sana.
Kembali terbayang saat-saat pertama mengenalmu, merasakan perdulimu, menikmati perhatianmu, menerima cintamu dan perlahan aku mulai membutuhkanmu. Yaa aku menyayangimu...
Di kota itu pula semua terbingkai indah dalam satu frame memori. Sintang.
Abang...
Tiga tahun lalu, terakhir kali aku melangkah dengan sepenuh hati dalam genggaman tanganmu ke kota itu. Menghirup kasih sayangmu disetiap jengkal jalanan kota. Sambil Melihat kuatnya niatmu bak aliran sungai Melawi, melangkah pasti di jalan setapak menuju rumah keluargamu. Masih sama, masih hangat dan masih menyenangkan seperti hari-hari setiap kali berkunjung ke sana. Yaaa... Saat-saat itu aku (selalu) sangat bahagia.
Abang...
Tiga hari lalu. Tiga hari yang tak pernah ku bayangkan sedikitpun dalam angan terliarku sekalipun. Aku kembali ke sana. Tapi taukah yang ku rasa. Hati ini sakit. Tapi ku kerahkan semua sisa-sisa kekuatan ku yang ku sandarkan pada genggaman tangan NYA, bahwa aku mampu, aku kuat melangkah sendiri.
Abang...
Kembali aku lewati semua jalan-jalan itu, melihat kembali sungai yang berarus deras tetap mengalir, melangkah di jalan setapak dan memasuki rumahmu. Sampai di sana sama. Tapi... Hatiku nyeri tak terperi rasanya, saat menyadari tak ada tatapan malu-malu mu lagi, tak ada senyum simpul mu lagi dan tak ada bias rona memerah wajahmu lagi. Tak ada semerbak aroma wangimu yang menenangkan lagi. Tak ada tangan kuat yang menggenggamku lagi. Tak ada bahu kokoh yang memelukku bila aku salah tingkah lagi. Tak ada kau lagi...
Aku merindukanmu. Begitu saja...
Abang...
Taukah kau, bagaimana keadaan hatiku saat memeluk ibu yang melahirkamu menangis tersedu saat melihatku, menciumiku seperti ia menciummu...
Saat aku harus bisa tersenyum tegar saat melihat deraian air mata pria tua itu, Ayahmu- yang menatapku penuh cinta seakan menatapmu...
Aaaah... Hati mana yang tak tersentuh, hati mana yang tak berdesir terharu.
Aku tau, mereka (masih) menyayangiku. Dan (semoga) selalu begitu...
Sungguh kau yang paling tau, bagaimana hatiku, betapa cengeng dan lemahnya aku. Kalau bukan karna NYA, tak mungkin aku bisa bertahan terlihat begitu tegar. Tidak, aku tidak baik dan tidak dalam keadaan baik-baik saja. Tapi aku akan berusaha untuk seperti baik-baik saja. Percayalah.
Abang...
Aku mungkin sudah lama merelakan mimpi bersamamu punah. Sudah lama menata hatiku yang hancur karena perpisahan kita. Sudah pula menguatkan hati melihatmu kelak (bila) bersanding dengan wanita yang mungkin bukan aku. Tapi tak sekalipun aku mempersiapkan hati untuk kembali ke kotamu dan yang ku lihat malah ke duka-an ini.
Sungguh aku hanya ingin kau bahagia... :'(
Abang...
Mungkin terbagi dua niat kedatanganku ke kotamu; Menyaksikan bahagia sahabatku-adik kesayanganmu- menikah, tapi taukah kau, sungguh aku pun ingin mengunjungimu. Mengunjungi 'rumah baru'-mu di sana. Yang baru kau tempati kurang dari seratus hari. :'(
Abang...
Nisan itu, melihat langsung nama yang tak asing terukir disana, namamu. Mengembalikan ku dikesadaran bahwa kau memang sudah tiada, kau tlah pergi...
Bukan, bukan aku tak ikhlaskan kembalinya kau ke Penciptamu 27 juli lalu. Tapi ini berbeda, mendengar berita berpulangnya kau sungguh duka yang mengharukan tapi menatap langsung peristirahatanmu benar-benar butuh kekuatan. Pertahanan hati terakhirku hancur, saat untuk pertama kalinya yang ku temukan atas kerinduanku, pencarianku akan kehadiran sosokmu digantikan dengan tanah basah berhias kayu nisan itu.. :'(
Abang...
Ikhlas-ku, doa-ku, munajad-ku Kepada Allah swt untuk bahagiamu kini ku tukar dengan permohonan akan diberikannya untukmu tempat terbaik disisiNYA. DiampunkanNYA segala khilafmu. DiterimaNYA segala amal baikmu. Dan diberikanNYA surga untuk kehidupan abadimu... (Aamiin)
Abang...
Kini tak akan ku temukan lagi sosokmu, bahkan pengganti sepertimu pun tak kan mungkin ada. Tak akan pernah ada. Karena kau adalah kau yang tak kan pernah terganti. Yaa disini dihati kami kau tak kan tertandingi.
*seperti sebuah lirik yang kau bilang tentang aku : 'Tak Ada Yang Bisa menggantikan dirimu.. ' -kini, itu tentang mu, yang tak akan pernah terganti...
"carilah dan tak kan pernah kau temukan laki-laki dengan cinta sebesar yang aku punya untukmu" masih ku ingat kata-katamu itu.. yaaa mungkin tak kan pernah ada. Kau bintang terangku, akan selalu jadi yang paling terang untukku...
Abang...
Mungkin bukan aku yang ingin kau peluk terakhir kali, memang bukan aku yang merawatmu dengan kasih dipenghujung waktumu. Tapi jangan kau ragukan, bahwa dari sini aku memelukmu dengan doa-doaku.
Selamat Jalan dan tenanglah kau disisi NYA wahai laki-laki terbaik yang pernah di ciptakan Tuhan untuk mewarnai hidupku.
Innalillaahi waa innaillaihii rojiun~
0 comments:
Posting Komentar