Pagi itu, sekitar jam 08:50, handphone ku berbunyi disusul getar dua kali, dari nada ringtone-nya, jelas itu notifikasi pesan singkat (sms). Kulirik handphone yang ku letakkan di sebelah laptop. Dari layar yang terkunci, menampilkan sebuah pesan dari nomor yang tak asing bagiku.
Aku menghela nafas, bukan karena
terkejut karena tau siapa pengirim pesan itu, bukan pula karena aku menyimpan
nomor nya, tidak, aku tidak menyimpan nomor itu. Sudah lama ku hapus. Tapi aku tau pasti siapa si
pengirim pesan, jelas sekali dari cara menyapa dan gaya tulisannya. Itu dia.
Aku
tak membuka pesan itu, ku biarkan. Tumpukan laporan yang harus aku
selesaikan hingga jam 10:00 pagi itu berhasil mengalihkan pikiranku dari sosok si pengirim pesan. Menjaga mood dan meneruskan pekerjaan adalah pilihan terbaik yang harus kulakukan.
Beberapa menit kemudian notifikasi sms berbunyi lagi, Notifikasi kedua kalinya dari pesan tadi yang
belum "ditindak lanjuti" apakah di-close atau di-reply...?
Huuuffttt..........
Huuuffttt..........
Tidak ku balas. Aku mengkhawatirkan hatiku yang pasti bergejolak setelah me-reply nya, karna akan timbul perasaan menunggu nunggu balasan lagi darinya.
Aaaah.. aku sedang tak ada waktu untuk menggalaukan hal itu disaat deadline pekerjaan didepan mata.
Aku seakan ada bisikan kalau si pengirim tengah menunggu balasan dari ku.. Aaaah....... kadang intuisi tajam itu menyebalkan, apalagi berkaitan dengan diri sendiri.
Aaaah.. aku sedang tak ada waktu untuk menggalaukan hal itu disaat deadline pekerjaan didepan mata.
Aku seakan ada bisikan kalau si pengirim tengah menunggu balasan dari ku.. Aaaah....... kadang intuisi tajam itu menyebalkan, apalagi berkaitan dengan diri sendiri.
Siang nya, tiba-tiba kabar duka datang dari keluarga Ayahku, Kakak tercintanya menghadap Illahi, aku terkejut dan seketika berduka. Seketika fokusku berantakan, aku memutuskan meminta izin dan pulang awal dari kantor sesegera setelah mengirim laporan siang.
Apa daya, aku benar benar tak kuasa lagi menahan semuanya, deadline bertubi tubi yang harus bisa aku handle, berita duka dan pesan singkat nya. Tangisku pecah begitu sampai di rumah.
Aku merindukan kehadirannya saat itu. Stupid me!
Aku merindukan kehadirannya saat itu. Stupid me!
Pesan balasan pun ku kirim kepadanya. Rasanya ingin bercerita kepadanya. Balasan bernada sarkas pun ku kirim instead of how I need to talk to him :((
Tak sampai semenit, balasan darinya masuk. Lega, tapi ada nyeri terasa di hati. Sudah kuduga akan seperti ini akhirnya. Padahal pesan yang ku trima darinya berisi ucapan belasungkawa dan untaian doa. Tapi mengapa malah terasa menyesakkan?
Kurasa aku benar-benar mengharap bisa menghubungi, bercerita dan berbagi dengannya seperti dulu... sebelum semua itu terjadi. Aku benar-benar butuh sekaligus merindukannya. (Tuhan, tolong buang semua keinginan, rasa dan asa ini semudah Engkau menaburkan nya di hatiku... aku tersiksa.)
God, kenapa? pesan berbalas darinya tak membutuhkan waktu lama untuk ku menunggu balasan, walau hanya kalimat-kalimat sederhana. Jelas ini tak seperti sebelum nya, pesan dari ku sering lama dan tak dibalasnya. Yaa yaa yaa.. waktu itu kami sedang dalam puncak-puncak nya polemik. Dan memang ia tipe orang yang sering kehabisan kata tentang hal-hal yang berkaitan dengan ungkapan rasa. Berusaha ku mengerti.
Tapi, sekarang... kebetulan kah? sedang tidak sibuk kah? atau ia benar benar mengkhawatirkan aku? merindukan ku? No, big No, dan ini mulai si "imajinasi" dan si "harapan" yang mulai berbicara... mulai berlebihan.
Lupakan!
Tapi, sekarang... kebetulan kah? sedang tidak sibuk kah? atau ia benar benar mengkhawatirkan aku? merindukan ku? No, big No, dan ini mulai si "imajinasi" dan si "harapan" yang mulai berbicara... mulai berlebihan.
Lupakan!
Ia selalu berhasil membuat petengkaran hebat antara hati
dan pikiranku... Dan kuputuskan menghentikan untuk terus membalas pesan nya....
Tapi, balasan pesan selanjutnya membuatku tercengang, ku baca ulang beberapa kali. Dan, yaaa... jelas kaliamt akhirnya menunjukkan kalau ia seperti yang selalu dan berulang kali dikatakannya "I always around you", dia pasti membaca ini That Winter The Wind Blows dan The Wind Blows. Feeling-ku mengatakan begitu...
Tapi, balasan pesan selanjutnya membuatku tercengang, ku baca ulang beberapa kali. Dan, yaaa... jelas kaliamt akhirnya menunjukkan kalau ia seperti yang selalu dan berulang kali dikatakannya "I always around you", dia pasti membaca ini That Winter The Wind Blows dan The Wind Blows. Feeling-ku mengatakan begitu...
Kenapa masih saja ia seperti itu? masih selalu membuat ku merasa campur aduk. Tidak taukah ia, bahwa apa pun yang ia lakukan sangat mempengaruhiku? atau tak mau tau? atau pura pura tak tau?
Dia hanya berlaku sewajarnya, karena apa yang ia lakukan tak lebuh dari perhatian seseorang kepada orang lain, tak ada maksud tertentu? Bukan karena masih merasa tak enak atau memikirkan ku? Aaaaah.. lagi lagi pertanyaan pertanyaan itu kembali bermunculan. Tanpa pernah menemukan jawaban pasti...
Tapi kenapa ia tak enyah dan menghilang saja dariku? tak usah menunjukkan hal-hal yang sudah jelas akan membuatku merasa seperti ini...
Kalau pada akhirnya malah semakin membuatku semakin sakit. :((
All I want you to know is..
I had never planned to see you again. Yes I did.
Look at us now. Weird. Awkward.
I used to call you my man
I used to call you my friend,
I used to call you the love (the love that I never had forever)
seems like a lyric a song right ? yess, I miss you like crazy.
How I miss us.
You talk to me, by simple messages.
Replies were given. a few question were asked in return. Replies again.
I never talked to you what I wanted to, so were you perhaps.
Maybe you don't take this as much as I take.
And it's very understandable.
Weight of importance is not uniform.
It is not your fault. Not entirely.
I've been thinking too.
I should't heve been so dependent to you.
Why did I just ignoiring and walk away from you?
Oh right, because I'm an idiot who still missing you.
0 comments:
Posting Komentar