Seperti sore-sore
biasanya di weekdays, sekitar jam lima lewat sekian, melewati rute yang sama, dengan
earphone ditelinga muter playlist berirama upbeat, dengan kecepatan kurang dari
40km/jam. Tepat di sekitaran Jl. Jendral Urip, untuk ketiga kalinya aku melihat
sosok kurang lebih berusia sebaya Fakhri keponakanku, iyaa aku rasa sekitar 10
tahunan. Sebelumnya, sosok itu lumayan membuatku shock tapi untuk ketiga
kalinya bertemu di jalan yang sama...... ini bukan kebetulan.
Dari jauh ku tatap
bocah lelaki kecil berperawakan kurus, hitam terbakar matahari, dengan mata
berbinar menatap burung-burung bertebangan di langit, senyum tipis nya terlihat
seperti pada dua kali pertemuanku tanpa sengaja dengan nya. Ia tersenyum yang
entah apa maknanya, senyum yang hadir dikarenakan tak sengaja beradu pandang
dengan aku yang menatapnya dengan tatapan iba. Bocah lelaki itu mengayun
langkah pasti dengan kedua tongkat penyanggah nya, tak sedikitpun merasa
canggung. Entah karna sudah sangat terbiasa dengan tatapan iba banyak orang
selain aku atau karna bocah kecil itu sudah bisa dengan besar hati menerima
kenyataan hidupnya... kusadari dengan pasti aku meneteskan air mata.
Ia hanya memiliki
satu kaki kiri dan kaki kanan yang hanya sebatas lutut.
Iba ? entahlah, yaa
iba yaa sedih yaaa merasa shock... betapa sekecil itu.. :’(
Ya ALLAH Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, berikan keberkahan dan kehidupan masa depan yang
cerah untuk nya, bocah kecil itu. Aamiin.
Sepanjang jalan
pulang aku tak berhenti menangis, semua pikiran berebut memenuhi pikiran ku,
bayangan senyum bocah kecil itu berkelebatan, aku merasa sangat sangat kurang
bersyukur... mungkin lebih tepatnya bukan mengasihani nya, tapi dengan tiga
kali tanpa sengaja bertemu dengan nya, seakan memberi pukulan telak padaku,
betapa aku masih jauh dari ke-ikhlasan dalam menjalani hidup. melihat bocah
lelaki kecil tadi, andai... andai saja dia normal, mungkin sore ini ia sedang
berlarian bermain sepak bola, atau tertawa riang mengayuh sepedahnya, atau
mengenakan sepasang sepatu... :’(
Sekitar pukul
delapan tadi, aku pengeen banget having dinner bareng keponakan ku Fakhri,
entah kenapa ia menolak. Yaa sudahlah, dengan sedikit kesal aku kluar rumah dan
menghubungi sahabatku @bunsentbone
janjianlah kami untuk makan malam di Pecel Lele Lamongan di Jl. Johar, sekitar
200meteran dari Jl. Jendral Urip, rute pergi-pulang kerja yang biasa aku
lewati. Entah kenapa aku pengeeen banget kesana.
Sampai di tempat,
aku memesan menu dan menunggu si bunsent datang. Dan gk sampai 10 menit bunsent
dan Rio datang, benar-benar baru kurang lebih 10 menitan mereka duduk, aku
melihat sosok itu, iyaa bocah lelaki kecil tadi tepat di depan kami, berdiri
dengan kedua tongkatnya. Mengenakan baju kaos army kusam dan celana cargo belelnya.
Kali ini ia bersama seorang bocah laki-laki yang berpostur lebih kecil dan
berperawakan mirip dengan nya, kemungkinan adik nya hanya saja ia normal.
Seketika aku berbisik ke sahabatku, aku ceritakan apa yang aku alami sore tadi.
Air mata kembali menyeruak dimataku. Terbersit dalam pikiranku, apa yang bocah
ini lakukan disini ? dia laparkah? Dimana orang tuanya? Sebatang kara kah dia?
Siapa bocah yang bersamanya itu ? sejauh mana ia berjalan dengan tongkatnya
itu?
jelas terlihat dari
raut wajah keduanya, mereka lapar.
Aku tak lepas
menatap bocah itu, tak tahan aku ingin sekali, ingin sekali nyamperin bocah
kecil itu. Hati siapa tak tersentuh, ditengah-tengah tempat makan yang lumayan
ramai dengan orang-orang memenuhi hasrat laparnya, ada sesosok anak kecil
dengan tongkat berjalannya kelelahandan Entah apa yang dilakukannya.
Minta-minta kah ? Ingin tau apa reaksinya kalau aku menawarinya makan dan duduk
bersamaku... L
Si abang penjual
menyadari keberadaan bocah kecil tadi, kurang dari 15menit ia memberikan
bungkusan ke padanya, dan bocah kecil itu membayar! Ooh... kelegaan yang
kurasakan, lega karena bocah kecil itu tidak meminta-minta belas kasihan.
Dan entah kenapa
aku mengurungkan niat untuk memberi nya sedekah. Dia bukan orang yang patut
dikasihani, tapi dijadikan contoh. Doa yang mungkin lebih tepat untuknya.
Membiarkan bocah itu selayaknya orang normal biasa mungkin lebih baik untuknya.
Pikirku saat itu.
Entah siapa pun
dia, entah siapapun orang tua nya, semoga kehidupan mereka senantiasa
dilindungi dan diberikan kemudahan oleh ALLah swt, semoga ia tumbuh menjadi
anak yang berkehidupan dan masa depan cerah. Aamin.
Yaaa betapa, aku
semestinya lebih sering bersujud meminta ampunan dan bersyukur dengan semua
kesempurnaan raga yang aku miliki. Tuhan sedang memperlihatkan kepadaku melalui
bocah kecil itu, bahwa sebesar apa pun kesulitan ku “melangkah” dalam pusaran
kehidupan ku, masih ada seorang bocah lelaki kecil yang bahkan tak bisa
melangkah dengan kedua kakinya, tapi masih bisa berbinar menatap langit
harapan... kenapa aku tidak bisa lebih baik ?
So ? “Nikmat Tuhan
yang mana lagi yang kau dustakan”
0 comments:
Posting Komentar